Rabu, 12 Agustus 2015

Sosialisasi Keuangan Syariah melalui “Kompolan”

Awal tahun 2015 lalu, saya dihubungi oleh salah satu kerabat untuk bergabung dengan “kompolan” (yaitu perkumpulan yang diisi dengan aktivitas spiritualitas dan perekonomian yang biasa dilakukan oleh masyarakat Madura) yang dia dirikan bersama dengan pemuda-pemuda di sekitar tempat tinggal saya. Kompolan ini sudah berjalan 2 tahun dan saat ini sudah masuk tahun ke-3. Bulan Sya’ban lalu, kompolan ini tutup buku dengan pembagian dana hasil usaha kompolan dalam bentuk sembako.
Kompolan ini berjalan setiap minggu dengan diawali doa bersama yang dilanjutkan dengan penarikan iuran wajib sebesar Rp. 1.000,- dan pengumpulan tabungan dari anggota. Hasil tabungan dari anggota digunakan untuk simpan pinjam tanpa agunan dan bunga. Bagi anggota yang meminjam, maka jumlah pinjaman harus dikembalikan sebesar uang pinjaman tersebut dengan ditambahi “hasanah” seikhlasnya. hasanah ini tidak diwajibkan serta tanpa jumlah minimal. Selain itu, uang yang terkumpul dari tabungan juga digunakan untuk modal produktif kepada warung-warung yang membutuhkan modal.
Kompolan ini walaupun sudah berjalan selama 3 tahun, namun pengelolaannya masih sangat sederhana. Hal yang menarik adalah kompolan ini dijalankan berdasarkan semangat gotong royong antar anggota tanpa kepentingan untuk mendapatkan untung yang banyak. Semangat gotong royong antar anggota ini dapat dilihat dari pembangunan mushala di daerah tersebut yang menggunakan dana yang didapat melalui iuran wajib tadi. Sedangkan untuk tabungan tidak ditentukan besarannya. Selain itu, untuk mempercepat proses pembangunan mushola ini, pengurus kompolan menarik iuran swadaya kepada masing-masing rumah di sekitar daerah mushola setiap bulannya.
Berikutnya, dari salah satu teman, saya mendapatkan kompolan yang serupa. Di daerahnya kompolan ini dinamakan “Kompolan Chuko’”. Nama "Kompolan Chuko'" diambil karena tutup buku kompolan ini dilakukan menjelang datang hari raya Idul Fitri tepatnya ditandai dengan menyembelih sapi yang dagingnya dikonsumsi saat hari besar Islam tersebut.
Dalam operasionalnya, dana untuk membeli sapi, didapatkan dari iuran mingguan saat kompolan itu dihelat. Besarnya, Rp. 4.000,- per anggota. Uang yang terkumpul dalam setiap minggunya, diputar, dipinjamkan lagi kepada sesama anggota yang membutuhkan. Para peminjam itu, dikenai "hasanah" seikhlasnya. Maksudnya, uang yang dipinjam ke kompolan ini, dikembalikan dengan nilai lebih. Misal, minjam uang Rp. 100 ribu, maka saat mengembalikannya dianjurkan lebih dari Rp. 100 ribu. Nilainya, sekali lagi, tergantung keikhlasan peminjam. Uang lebih itu kemudian diakumulasikan dengan uang kompolan yang tiap minggu mendapatkan tambahan dari anggota yang kemudian diputar- dipinjamkan lagi. Bagi para peminjam, proses pengembaliannya tidak sekaligus. Tapi dicicil setiap minggu sekali saat kompolan terselenggara. Jika jumlah pinjaman Rp. 100 ribu, maka peminjam berkewajiban mencicil Rp. 10 ribu per minggu, berlaku kelipatannya.
Di dalam kompolan ini, sebelum setoran uang dan proses pinjam-meminjam dilakukan, dilakukan terlebih dahulu pembacaan Yaasin dan Tahlil. Yaasin dan Tahlil dikhususkan kepada sanak keluarga yang terlebih dahulu meninggal dunia. Juga, sebagai permohonan bersama-sama supaya hidup selalu dalam petunjuk Allah dalam menggapai keberkahan dan ketenteraman hidup.
Dari dua kompolan ini, dapat kita ambil pembelajaran bahwa ekonomi syariah sebenarnya sudah banyak dilakukan di masyarakat bawah. Kompolan ini memang tidak menggunakan akad-akad yang sudah mempunyai fatwa dari DSN MUI, namun prinsip dan tujuannnya sebenarnya sama. Pinjaman yang diberikan jika kita lihat dari fatwa DSN MUI maka akan masuk dalam akad Qardh. Dalam akad Qardh peminjam dilarang mengambil tambahan jika disyaratkan dalam pernjanjian akad.
Kembali ke atas, kerabat tersebut meminta saya untuk bergabung agar kompolan ini dapat berjalan sesuai syariah. Saat ini saya sedang mengambil kuliah pascasarjana dengan konsentrasi Ekonomi Islam. Perkumpulan-perkumpulan di masyarakat seperti diatas perlu kita berikan pemahaman tentang keuangan syariah untuk mengangkat perekonomian dan kesejahteraan mereka. Belajar dari dakwah walisongo, untuk memasyarakatkan keuangan syariah maka keuangan syariah itu sendiri pun harus berada dalam setiap kegiatan sehari-hari masyarakat. Maka menjadi tugas kita untuk memasyarakatkan keuangan syariah kepada masyarakat, dan tidak hanya terfokus di dunia pendidikan dan perbankan syariah

1 komentar: